Semenjak diperkenalkan pada tahun 2018, dalam ajang Piala Dunia di Rusia, teknologi VAR telah menjadi sebuah terobosan baru bagi dunia sepakbola. Dimana sebelum hadirnya VAR, banyak sekali terjadi gol-gol maupun pelanggaran kontroversial, dari gol Tevez pada Piala Dunia 2010, hingga Handball Thierry Henry.
Melihat hal tersebut, FIFA selaku badan tertinggi asosiasi sepakbola dunia, akhirnya memutuskan untuk menggunakan teknologi Video Assistance Referee atau VAR pada perhelatan Piala Dunia 2018. Meski pada prosesnya banyak kontroversi mengenai penggunaan teknologi ini, salah satu diantaranya adalah skandal korupsi presiden FIFA saat itu Sepp Blatter.
Selama perhelatan tersebut, pada babak penyisihan grup, ada lebih dari 335 kejadian yang telah ditinjau melalui VAR, baik pelanggaran maupun melakukan tendangan yang baik berujung gol maupun tidak.
Semenjak itu, Piala Dunia 2018 dinobatkan menjadi ajang piala dunia terbersih, setelah 1986. Dimana pada 11 pertandingan pembuka tidak ada satupun insiden kartu merah dan selama perhelatan berlangsung hanya empat orang yang dipaksa keluar dari lapangan.
Sebelum diperkenalkan ke ajang Piala Dunia, VAR pada awalnya merupakan proyek dari KNVB (asosiasi sepakbola Belanda) pada tahun 2010, Setelah melakukan percobaan pada kompetisi liga Eredivisie pada tahun 2012-2013, KNVB memutuskan untuk mengajukan penggunaan VAR kepada IFAB (Dewan Asosiasi Sepakbola Internasional) pada tahun 2014.
Lukas Brud, selaku sekretaris IFAB mengatakan, dengan adanya teknologi 4G dan WiFi di dalam stadium, harus ada sesuatu yang bisa melindungi para pengadil lapangan dari kesalahan yang mudah terlihat dengan jelas. Percobaan VAR secara langsung dilakukan pada pertandingan PSV dan FC Eindhoven pada tahun 2016.
Setelah itu, IFAB melakukan beberapa percobaan langsung di beberapa liga dan pertandingan yang berbeda. Hingga akhirnya sebelum resmi digunakan di PD 2018, percobaan terakhir merupakan pada piala konfederasi pada tahun 2017.
Semenjak itu, teknologi ini telah diterapkan di lebih dari 30 liga, kejuaraan domestik di berbagai negara, dan juga VAR telah dijadikan teknologi resmi untuk semua kompetisi tingkat timnas.
Keberhasilan VAR dalam membantu para wasit untuk mengambil keputusan penting di lapangan hijau tidak semerta-merta berjalan mulus. Dalam perjalanannya, banyak sekali kritik dan kontroversi yang terjadi baik secara teknis maupun non-teknis.
Baca juga: Kalahkan Pemain Legend dengan Teknik Stream Sniping?
Salah satu kritikan pedas mengenai penggunaan VAR, datang dari jurnalis National Post, Scott Stinson yang menyatakan bahwa penggunaan VAR gagal untuk mengoreksi kesalahan manusia, dan justru menambah kontroversi.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada tingkat liga, kesalahan akibat tinjauan VAR lumrah terjadi, tetapi di Liga Inggris kontroversi akibat teknologi ini seringkali terjadi.
Ketika teknologi ini diperkenalkan ke publik Liga Inggris pada musim 2019/2020, banyak sekali yang menentang keputusan wasit yang diambil setelah meninjau dari VAR. Beberapa pemain seperti Kevin de Bruyne (Manchester City), Jordan Henderson (Liverpool) dan Jack Grealish (Aston Villa) kurang setuju dengan keputusan-keputusan yang diambil setelah meninjau VAR.
Sebenarnya, bagaimana cara VAR bekerja? Berdasarkan dari situs FIFA, ketika sebuah insiden terjadi, wasit akan memberitahu VAR ataupun VAR yang akan menginformasikan kepada wasit mengenai insiden yang harus ditinjau.
Para peninjau yang berada di ruangan khusus akan menilai sebuah insiden dan akan memberikan saran kepada wasit via headset untuk tinjauan lebih lanjut. Setelah itu, wasit akan berlari ke pinggir lapangan dan meninjau ulang video yang diberikan via tablet atau layar yang sudah disediakan. Kemudian, barulah keputusan diambil apakah insiden itu berbuah pelanggaran, peringatan, maupun anulir gol.
Meski kesalahan kerap terjadi setelah menggunakan VAR, di Inggris, kesalahan – kesalahan tersebut berujung kepada kontroversi. Ambil contoh, pertandingan Manchester United melawan Chelsea pada tanggal 28 Februari, dimana Callum Hudson-Odoi terlihat melakukan pelanggaran handsball, Chris Kavanagh sebagai peninjau melihat insiden tersebut dan memberikan masukkan kepada wasit Stuart Attwell yang meninjau via tablet. Setelah melakukan peninjauan, Stuart memutuskan bahwa insiden yang dilakukan Odoi bukan sebuah pelanggaran. .
Hal ini memunculkan banyak debat dan kontroversi di kalangan para pundit dan supporter, ada yang mengatakan bahwa itu dengan jelas merupakan sebuah pelanggaran, ada juga yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan Odoi merupakan sebuah ketidaksengajaan.
Jadi, apakah VAR buruk bagi sepakbola? Semua kembali lagi kepada wasit dan operator VAR, meski sudah dilengkapi teknologi yang cukup canggih, tetap saja, keputusan akhir akan berada di tangan manusia. Teknologi VAR hanya membantu wasit untuk bisa mengambil keputusan yang tepat.
[…] Baca juga: Apakah Teknologi VAR Buruk Bagi Sepakbola? […]