Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral mencanangkan sebuah mimpi untuk menciptakan mata uang digital, atau dikenal dengan istilah Central Bank Digital Currency (CBDC). Mata uang digital tersebut akan dinamai ‘digital rupiah’.
Berbeda dengan uang elektronik yang dikeluarkan oleh swasta, mata uang digital, digital rupiah merupakan alat pembayaran digital yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Aspek tanggung jawab menjadi pembeda di antara keduanya.
Uang elektronik yang bertanggung jawab atas instrumen pembayaran adalah perusahaan masing-masing, yang adalah pihak swasta. Sedangkan digital rupiah yang akan bertanggung jawab adalah bank sentral.
Mimpi Bank Indonesia menciptakan mata uang digital sederhananya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin hari beralih ke pembayaran digital. Selain itu, CBDC juga menjadi respon bank sentral atas kehadirannya mata uang digital lain seperti bitcoin.
Jika memang masyarakat membutuhkan, maka lebih baik bank sentral langsung yang menerbitkan mata uang digital. Sebab memiliki jaminan struktur yang lebih stabil dibandingkan bitcoin atau cryptocurrency lain yang cenderung fluktuatif.
Mewujudkan mimpi digital rupiah bukanlah perkara yang mudah, butuh persiapan yang matang. Guna mencapainya, Bank Indonesia mempertimbangan tiga hal yang menjadi landasan dalam menerbitkan digital rupiah.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan tiga landasan pertimbangan tersebut dalam konferensi pers virtual tentang hasil rapat Dewan Gubernur BI pada Mei 2021 silam.
Pertama adalah mata uang digital hanya boleh diterbitkan oleh BI, sebagai bank sentral, dan ditujukan sebagai alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Dalam konteks itu BI akan mengeluarkan CBDC sebagai alat pembayaran yang sah di NKRI,” tutur Perry Warjiyo dikutip dari tirto.id.
Kedua adalah mata uang digital diterbitkan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.
Ketiga adalah BI akan menghadirkan pilihan instrumen pembayaran berbasis pada teknologi.
Menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono saat ini Bank Indonesia masih memikirkan teknologi yang akan dipilih. Pilihan teknologi yang menjadi bahan pertimbangan BI di antaranya adalah blockchain dan crypto.
“Kemungkinan memang pakai blockchain, tetapi sebetulnya tidak harus blockchain. Kemungkinan akan pakai crypto karena agar lebih aman, tetapi juga ada beberapa alternatif lain. Nah pilihan-pilihan tadi itu, sedang kami siapkan,” tutur Erwin Haryono dikutip dari CNN.
Perjalanan Indonesia menuju mata uang digital, digital rupiah sepertinya akan menjadi perjalan yang panjang. Erwin Haryono juga bahkan mengatakan bahwa bank sentral pun belum memiliki tahun pasti kapan CBDC-digital rupiah akan diterbitkan.
Sebagi perbandingan, mari menengok negara lain, misal China. Bank sentral China, PBOC (People’s Bank of China) merupakan salah satu bank sentral yang cukup agresif dalam menerbitkan CBDC.
Penggunaan mata uang digital, CBDC di China hingga saat ini saja masih berada di tahap eksperimen, belum sampai ke tahap pengganti mata uang konvensional.
Kemudian Swedia, salah satu negara yang unggul dibidang pembayaran non-tunai atau cashless. Lebih dari 80% transaksi keuangan di Swedia menggunakan cara non-tunai. Masyarakat Swedia sebagian besar lebih nyaman melakukan pembayaran secara cashless.
Swedia sebenarnya juga sudah lama mengembangkan mata uang digital dari bank sentral, disebut e-krona. Tetapi di negara sekelas Swedia pun, CBDC belum diterbitkan.
Baca juga: Melihat Peluang Masa Depan Bank Digital Di Indonesia
Salah satu faktor yang membuat CBDC belum terbit adalah dampak distorsi yang ditimbulkan oleh CBDC jika tidak dirancang dengan bijaksana, tidak dirancang dengan sebaik mungkin.
Hal tersebut menjadi pertimbangan Bank Indonesia untuk merancang mata uang digital Indonesia, atau digital rupiah. BI pun terus berkoordinasi dengan bank sentral lain untuk mengkaji CBDC tersebut.
Terlepas dari itu, perjalanan Indonesia menuju mata uang digital pun diperberat dengan keadaan masyarakat yang belum sepenuhnya ‘melek’ dengan pembayaran digital. Berdasarkan survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, kurang lebih 73,88% masyarakat Indonesia masih menggunakan produk atau layanan keuangan dari sektor perbankan.
Tidak hanya itu, ketimpangan antara masyarakat kota dengan desa menjadi faktor tambahan. Sebagian besar user, pengguna alat transaksi digital masih didominasi oleh masyarakat perkotaan.
Guna mencapai tingkat penggunaan alat pembayaran digital yang merata di seluruh Indonesia pun masih menjadi pekerjaan besar. Apa lagi untuk loncat lebih jauh ke penggunaan mata uang digital yang akan menggantikan mata uang konvensional.
2 Comments
[…] juga: Mimpi Bank Indonesia Ciptakan Digital Rupiah, Mata Uang Digital Milik IndonesiaResiko Investasi Aset KriptoPun perkembangan harganya yang fantastis sangat menggiurkan, namun […]
[…] Baca juga: Mimpi Bank Indonesia Ciptakan Digital Rupiah, Mata Uang Digital Milik Indonesia […]