bank-digital-di-indonesia
Credit: Shutterstock

Tahun 2018, dunia perbankan Indonesia digemparkan dengan kehadiran Jenius, sebuah gebrakan dari bank BTPN yang menghadirkan aplikasi perbankan berbasis digital dimana semua kegiatan perbankan yang biasanya mengharuskan kita untuk melakukan di bank bisa dilakukan secara digital.

Nasabah hanya perlu mengunduh aplikasi Jenius di platform Google Play ataupun App Store, sisanya melakukan registrasi via aplikasi tersebut. Semenjak saat itu perlahan banyak bank-bank besar mulai bergerak untuk mendigitalisasi layanan perbankan. 

Ditambah dengan perkembangan pesat jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 117 juta pada tahun 2020, dan ditambah dengan keterbatasan untuk melakukan transaksi manual yang diakibatkan oleh hadirnya pandemi COVID-19 yang melumpuhkan sebagian besar kegiatan jual beli secara langsung menyebabkan jumlah peningkatan yang cukup masif pada sektor e-commerce.

Hal ini membuat banyak bank mulai merambah untuk mendigitalisasi seluruh layanan perbankan untuk mendorong efisiensi dan memperluas jangkauan untuk mengakuisisi calon nasabah terutama para kaum millennial yang sangat melek dengan teknologi. 

Namun, untuk melakukan transisi digital membutuhkan investasi yang cukup besar. Di tahun 2019, HSBC menggelontorkan lebih dari 68 triliun rupiah untuk pembelanjaan teknologi, di tahun yang sama CITIgroup menggelontorkan 130 triliun, namun DBS hanya mengeluarkan 10 triliun saja untuk pembaharuan teknologi. 

Di tengah perkembangan teknologi yang berkembang cepat, para bank juga melakukan kolaborasi dengan fintech seperti GoPay, WeChat Pay, yang menghadirkan fitur-fitur layaknya perbankan seperti transfer antar bank maupun pembayaran tagihan. Berdasarkan roadmap yang dikeluarkan oleh OJK, hadirnya kaum millennial memaksa bank untuk menyesuaikan diri agar bisa bersaing dengan fintech

Beberapa negara seperti Inggris, Amerika Serikat, China, Korea Selatan dan beberapa negara maju lainnya sudah mulai mengembangkan sistem perbankan berbasis internet atau internet-based only banking yang memanfaatkan aplikasi pada ponsel pintar. Hal ini mendorong Indonesia untuk melakukan transisi dari perbankan konvensional menuju perbankan digital.

Dalam dua tahun terakhir, beberapa lembaga bank nasional seperti BCA salah satunya sudah mulai melakukan transformasi layanan dengan menempuh cara akuisisi Bank Royal senilai 988 miliar di tahun 2019, dan dalam waktu dekat akan meluncurkan bank digital BCA. Selain dari BCA, beberapa bank besar seperti Bank Mega juga sudah melebarkan sayapnya ke digital banking, hingga bank syariah melalui Bank Net Syariah milik NTI Indonesia juga sudah terjun ke dunia tersebut.

Baca juga: Regulasi Bank Digital di Indonesia Segera Terbit, Startup & Bank Berlomba Mendapatkan Lisensi!

Umumnya, perpindahan transisi konvensional ke digital ini lebih banyak menargetkan kaum millennial yang memiliki mobilitas tinggi, untuk bisa menarik perhatian tersebut ada beberapa aspek ekspektasi millenial terhadap bank, mulai dari invisible payment, multi banking, digital banking experience, akses perbankan 24/7 dan omnichannel expectation. Aspek-aspek itulah yang menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk bisa menciptakan iklim perbankan digital. 

Inovasi dan peningkatan layanan perbankan yang masih minim, ditambah dengan regulasi yang belum mengakomodir para bank untuk melakukan perkembangan digital secara cepat, hal ini juga ditambah dengan proses transisi dari konvensional ke digital yang memakan waktu yang tidak sedikit. 

Ancaman siber juga menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan transisi digital banking, seperti system failure, cyber security risk, hingga digital black-out. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Frost & Sullivan di tahun 2018 menyebutkan kejahatan siber yang terjadi di Indonesia akan menyebabkan kerugian masif hingga 478 triliun rupiah. 

Lalu, bagaimana peluang digital banking di Indonesia sendiri kedepannya? Meski saat ini sudah banyak bank konvensional yang mulai transisi dari konvensional menuju digital, ditambah dengan melonjaknya jumlah pengguna internet di Indonesia, serta munculnya fintech yang mulai marak menyebabkan para pemain bank konvensional harus bisa bersaing dengan keadaan tersebut. 


Kolaborasi antara fintech dan bank konvensional dapat membantu mengurangi beban operasional bank menurut survei PwC Indonesia di tahun 2016. Namun perlu diperhatikan, infrastruktur dan keamanan juga wajib diperhatikan untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Dengan itu, diharapkan di tahun 2050 dunia perbankan di Indonesia sudah seutuhnya berganti menjadi digital.

One thought on “Melihat Peluang Masa Depan Bank Digital Di Indonesia”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *