Digitalisasi menyentuh hampir segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam komoditas investasi. Salah satu perkembangan digital yang cukup pesat adalah mata uang digital atau digital currency. Survei dari Bank for International Settlements (BIS) yang dirilis pada 2019 menunjukan bahwa pada tahun 2017, mayoritas bank sentral yang concern pada digital currency baru sekitar 50%, namun tahun 2018 meningkat menjadi 80%, ini menunjukan mayoritas bank sentral di dunia saat ini sedang fokus untuk membahas mata uang digital.
Salah satu komoditas investasi yang banyak digandrungi kaum milenial terlebih di masa pandemic covid-19 ini adalah Cryptocurrency. Di Indonesia sendiri sebutan Cryptocurrency dianggap kurang tepat karena mengarah pada pemahaman mata uang atau alat tukar. Sementara Kripto tidak diakui sebagai nilai tukar di Indonesia, melainkan sebagai komoditi sehingga sebutannya lebih tepat menjadi Aset Kripto. Karena statusnya sebagai aset atau komoditi, maka pengaturan dan supervisinya berada di bawah kementerian perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Banyak investor yang biasa bermain saham kini mulai melirik aset kripto. Desakan masyarakat agar aset kripto dapat dibursakan di Indonesia mendapat respon positif dari Kementerian Perdagangan Indonesia.
Bursa Kripto Hadir di Indonesia
Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga, dalam rapat kerja dengan komisi VI DPR RI mengatakan bursa Kripto akan segera diluncurkan paling lambat akhir tahun 2021. Hal ini dilakukan melihat minat terhadap aset kripto sebagai instrumen investasi semakin tinggi, maka sudah seharusnya memiliki regulasi yang jelas untuk melindungi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada instrumen investasi ini.
“Mengingat transaksinya juga sudah luar biasa, perhari ini data yang kami terima di Bappebti transaksi perhari untuk arus lalu lintas kripto sudah 1,7 triliun rupiah , dan itu sangat potensial. Kita bisa gunakan itu sebagai sumber pemasukan negara dan hal hal lain. Kita bangga juga jika komoditasnya banyak, pemain tidak perlu main di luar, bisa main di dalam negeri. Kalaupun jadi nanti dibuat, Indonesia akan menjadi negara pertama yang bursanya diatur oleh pemerintah,” ujarnya.
Untuk melindungi masyarakat dan memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha di bidang perdagangan berjangka aset Kripto, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 tahun 2018 dan Peraturan Bappebti nomor 5 tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka, dan yang terbaru Peraturan Bappebti nomor 7 tahun 2020 tentang Penetapan Dasar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.
Beberapa poin penting yang disebutkan dalam peraturan Bappebti ini antara lain:
1. Pasar Fisik Aset Kripto dilaksanakan menggunakan sarana elektronik yang difasilitasi oleh Bursa Berjangka, atau yang dimiliki oleh pedagang Fisik Aset Kripto.
2. Aset Kripto adalah komoditi berbentuk aset digital yang tidak berwujud, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.
3. Pengelola Tempat penyimpanan Aset Kripto adalah pihak yang telah memperoleh persetujuan dari Kepala Bappebti untuk melakukan penyimpanan, pemeliharaan, pengawasan, dana tau penyerahan aset kripto.
4. Bukti simpan aset Kripto adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengelola Tempat penyimpanan sebagai tanda bukti kepemilikan.
Wallet adalah media yang digunakan untuk menyimpat aset kripto baik berupa koin atau token
5. Token adalah salah satu bentuk aset kripto yang dibuat sebagai produk turunan koin
Koin adalah salah satu bentuk Aset Kripto yang memiliki konfigurasi blockchain tersendiri dan memiliki karakteristik seperti bitcoin.
Melalui payung hukum tersebut, Bappebti telah menetapkan sebanyak 229 jenis aset Kripto yang dapat diperdagangkan. Hingga saat ini setidaknya ada 13 calon pedagang aset Kripto yang telah terdaftar Bappebti.
Salah satu bursa yang mengajukan sebagai penyelenggara bursa kripto adalah Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) atau disebut juga Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Jericho Biere, Manajer Research and Development ICDX menjelaskan bahwa di bursa ICDX transaksi kripto tidak dikategorikan sebagai transaksi bilateral ataupun multilateral, karena transaksi fisik aset kripto terjadi di Pedagang Pasar Fisik Aset Kripto. Perdagangan aset kripto sendiri saat ini sudah berjalan. Namun mekanisme yang sudah berjalan tersebut nantinya akan terintegrasi dengan mitigasi resiko melalui skema ekosistem perdagangan aset kripto melalui bursa dan Lembaga kliring.
Dikatakan bahwa bursa ICDX dan lembaga kliring ICH akan melakukan mitigasi resiko terstruktur dengan mekanisme pelaporan transaksi real-time di bursa, disertai beberapa lapisan verifikasi dan penjaminan transaksi dengan analisis yang komprehensif. Selanjutya untuk keamanan data informasi, masing-masing pedagang aset kripto diwajibkan untuk melaporkan setiap transaksi yang terjadi. Selain itu Lembaga kliring akan mengawasi aset kepemilikan yang disimpan oleh pengelola tempat penyimpanan aset kripto serta perputaran dana nasabah yang tersimpan pada bank penyimpan aset kripto.
Jericho memprediksi akan terjadi perkembangan sangat besar dan mencakup lebih banyak pasar dibandingkan saat ini. Hal ini terkait dengan pemanfaatan teknologi blockchain dalam dunia finansial, “Keterkaitan teknologi dan dunia finansial yang semakin lama semakin erat akan menjadi pondasi pengemabangan aset kripto untuk berbagai kebutuhan dan menjadi sebuah ekosistem perdagangan terintegrasi,” ujarnya dalam penyataan resmi kepada buletin Bappebti.
Pesona Aset Kripto
Bappebti mencatat jumlah investor aset kripto per akhir Februari 2021 mencapai 4,2 juta orang, hampir menyamai jumlah investor di pasar modal (saham, obligasi, reksadana, dan lainnya) yang mencapai 4,5 juta orang. Padahal tahun lalu investor aset Kripto baru mencapai 2 juta orang. Data terbaru Bappebti, Hingga Mei 2021 tercatat total transaksi aset kripto di Indonesia telah mencapai Rp 370 triliun yang ditransaksikan oleh 6,5 juta orang. Padahal di bulan Maret 2021 lalu, total transaksi aset kripto di Indonesia baru mencapai Rp 126 triliun.
Data dari Statista menyebutkan penyedia uang kripto di seluruh dunia saat ini mencapai 4.501 koin, padahal di tahun 2013 hanya ada 66 koin kripto termasuk bitcoin.
Begitu juga dengan harga aset kripto yang melambung tinggi. Mari kita lihat perkembangan bitcoin, salah satu aset kripto yang paling besar pangsa pasarnya. Bitcoin juga merupakan aset kripto pertama yang diluncurkan pada tahun 2009, dan kini merupakan aset kripto yang paling mahal diantara aset kripto lainnya..
Data dari Statista tahun 2021, harga bitcoin pertama kali pada Oktober 2013 sebesar US$ 196,02, kini harga bitcoin per 28 Juni 2021 mencapai US$34. 213 per koinnya setelah sebelumnya melonjak hingga US$ 58. 734 pada maret 2021. Harga tersebut merupakan harga tertiunggi bitcoin sejak 2013 hingga sekarang.
Sigit Tanoko, Investor Bitcoin dan influencer dalam salah satu video di kanal sosial medianya mengatakan ada beberapa keuntungan investasi bitcoin, diantaranya; likuiditas tinggi, tidak ada hari libur di market cryptocurrency, tidak seperti forex yang hanya senin-jumat. Kapanpun pemilik bitcoin bisa melakukan cash out, sarana transfer instan kemanapun dengan fee yang rendah, karena jumlah bitcoin terbatas, maka semakin lama nilai uang bitcoin akan semakin tinggi, bitcoin adalah jaringan yang terdesentralisasi, banyak negara yang menerima bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah, Philipina, Thailand, Singapore, USA , Jepang, Swiss, harga cryptocurrency akan bertambah nilainya seiring bertambahnya user bitcoin, investor menguasai 100% uangnya.
Iman Sugema, Pakar ekonomi dan perbankan menilai perkembangan kripto yang begitu pesat butuh naungan peraturan agar dapat dikendalikan, “ini kan lebih pada kanalisasi dari aset kripto yang memang bertebaran, berserakan tanpa bisa dikendalikan, itu dalam jangka panjang tidak bagus untuk perekonomian, pembangunan. Ekonomi membutuhkan keteraturan. Kalau tanpa aturan nanti. Kalua sizenya masih kecil tidak masalah, kalau besar harus diregulate dengan baik,” ujarnya dalam diskusi INDEF bertema Plus-Minus Investasi Kripto beberapa waktu lalu.
Baca juga: Mimpi Bank Indonesia Ciptakan Digital Rupiah, Mata Uang Digital Milik Indonesia
Resiko Investasi Aset Kripto
Pun perkembangan harganya yang fantastis sangat menggiurkan, namun investasi ini bukan tanpa resiko. Pergerakan yang fluktuatif membuat aset kripto menjadi investasi yang beresiko tinggi. Stephanus Paulus Lumintang, Direktur Utama Jakarta Future Exchange (JFX) mengatakan para investor dan calon investor aset kripto perlu memahami resiko atas volatilitas dari harga aset kripto, karena pergerakan harganya sangat cepat dan volatilitas sangat tinggi, “gunakan dana yang benar-benar tidak mengganggu operasional kehidupan atau pun kebutuhan yang mendesak lainnya, pilihlah jenis aset kripto yang telah mendapat persetujuan dari Bappebti,” ujar stephanus.
Pandangan yang serupa juga disampaikan oleh Eko Listiyanto, Wakil Direktur INDEF. Menurutnya investasi aset kripto cocok untuk investor dengan tipe risk taker , atau orang-orang yang berani mengambil resiko dalam berinvestasi, “fluktuasi yang tinggi dalam keuangan biasanya tidak match dengan janji keuntungan tetap. Itu agak sulit dimengerti jika ada yang bilang investasi ini menjanjikan keuntungan tetap,” ujarnya dalam webinar INDEF bertema plus-Minus Investasi Aset Kripto.
Selain itu, Eko juga menilai perlunya memperhatikan jaminan keamanan dan keberlangsungan dalam investasi ini. Menurutnya Kripto naik tidak hanya karena digitalisasi, namun juga karena ekonomi global sedang lesu akibat pandemi, saham-saham berguguran. Yang menjadi pertanyaan adalah Jika nanti ekonomi sudah membaik, apakah aset kripto, masih menjadi pilihan investasi? Atau masyarakat kembali memilih investasi konvensional seperti saham atau reksadana, dsb .
“Dari jenis krypto yang ditetapkan bappebti pun sulit menentukan standarisasi nilai produk kripto ini ya, karena tidak ada pembandingnya. Minat? Ini mirip dan saya masih membayangkan kayak bunga gelombang cinta beberapa tahun lalu yang ngetren. Hanya orang-orang yang suka sama tanaman itu yang menganggap bunga itu mahal.” Ujar Eko.
Rani R, Jakarta